Ngawi Conexnews.id - Sidang dugaan pelecehan seksual anak di sebuah pesantren yang kini memasuki tahap pembuktian di pengadilan mendapat sorotan baru.
Munculnya selebaran yang diduga disebarkan oleh pihak keluarga terdakwa menjadi perhatian publik.
Selebaran tersebut mengklaim bahwa kasus ini merupakan upaya politisasi dan kriminalisasi terhadap terdakwa, yang disebut-sebut sebagai tokoh penting di lingkungan pesantren.
Namun, langkah ini justru dinilai memperburuk posisi hukum terdakwa.Dalam selebaran yang beredar di masyarakat sekitar, terdakwa menggambarkan dirinya sebagai korban konspirasi yang bertujuan menjatuhkan reputasinya.
Klaim ini menyebut bahwa tuduhan pelecehan anak adalah "rekayasa pihak tertentu" untuk kepentingan politik lokal.
Namun, Penasehat Hukum Korban menyatakan bahwa narasi ini tidak hanya tidak didukung bukti, tetapi juga menunjukkan upaya terdakwa untuk mengalihkan fokus dari fakta-fakta kasus."Sebaran narasi politisasi melalui selebaran ini justru menunjukkan kurangnya itikad baik terdakwa dalam menghadapi proses hukum," ujar seorang Advokat yang enggan disebutkan namanya.
"Tindakan ini bisa dianggap sebagai upaya memengaruhi opini publik dan berpotensi mengintimidasi saksi atau korban."
Pakar hukum pidana, Imam Sampurno, SH., menilai bahwa langkah seperti ini dapat menjadi bumerang bagi terdakwa. "Jika selebaran ini terbukti disebarkan atas sepengetahuan terdakwa, hal ini bisa dianggap sebagai obstruction of justice atau upaya menghambat proses hukum, yang dapat memperberat vonis," katanya.
Di sisi lain, keluarga korban menyatakan kekecewaan atas munculnya selebaran tersebut. "Ini menyakiti korban dan keluarga.
Bukannya bertanggung jawab, terdakwa malah membuat narasi yang membingungkan masyarakat," ujar salah satu perwakilan keluarga yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.
Masyarakat setempat pun terbelah. Sebagian mempercayai klaim terdakwa, sementara yang lain menilai selebaran ini sebagai tanda kepanikan. "Jika memang tidak bersalah, mengapa perlu menyebar selebaran? Biarkan pengadilan yang membuktikan," ujar seorang warga yang tinggal dekat pesantren.
Sidang yang sedang berlangsung kini menjadi sorotan lebih tajam, tidak hanya karena kasus pelecehan anak yang sensitif, tetapi juga karena strategi terdakwa yang dinilai kontraproduktif. Pihak pengadilan dijadwalkan akan memanggil saksi tambahan untuk memperkuat pembuktian, sementara selebaran ini kemungkinan akan menjadi materi yang dibahas dalam sidang lanjutan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa dalam perkara hukum yang melibatkan anak, kepekaan terhadap korban dan objektivitas dalam proses hukum harus menjadi prioritas.
Publik kini menanti bagaimana pengadilan menanggapi perkembangan ini dan apakah selebaran tersebut akan menjadi bukti baru yang memberatkan terdakwa. (Tim).